Entri Populer

Rabu, 06 Juli 2011

kesulitan membaca pada isiwa kls rendah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Balakang
Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia. Untuk mewujudkan pembangunan di bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan proses pembelajaran secara menyeluruh dan terpadu dan lebih khususnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia.
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelekyual. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, adalah progam untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap terhadap Bahasa Indonesia Depdikbud (1993: 17).
Dalam proses pembelajaran bahsa Indonesia, seringkali terjadi bahea tidak semua siswa dapat menyerap dan memahami materi saat pertama kali diajarkan. Hal tersebut terjadi karena setiap siswa memiliki potensi dan karakter yang berbeda.jika di kelas rendah (kelas 2) tdak dimatangkan tentang keterampilan membacanya, dikhwatirkan nanti di kelas yang lebih tinggi siswa tdak dapat mengikuti pelajatran lainya.karena mata pelajaran bahsa Indonesia sangatlah penting. Keberhasilan guru bahasa Indonesia dalam penjalankan tugasnya sangatlah dipengaruhi oleh pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu sebiknya guru menyiapkan bahan balajar, menetukan kegiatan yang akan dilakukan bersama dengan para siswanya, mengupayakan agar bahan dan penyajaianya dapat tercapi,mapun meningkatkan keterampilan khusus, dan alat saran penunjang yang diajarkan, yang semuanya diramu agar tercapai tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Umar (2000) menyatkan sebagi berikut bahwa Guru SD kelas rendah wajib mengetahui latar belakang kehidupan anak agar guru SD dapat memprediksi perkembangan bahsa dan perolehan bahsa anak. Informasi mengenai perkembangan dan perolehan bahsa anak menjadi pertimbanngan penysusnan progam mengajar.

1.2Rumasan Masalah
Permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara meningkatkan keterampilan membaca nyaring pada siswa kelas?
2. Bagaimana cara meningkatkan pelafalan dalam membaca nyaring pada siswa kelas?
3. Bagaimana cara meningkatakan intonasi dalam membaca nyaring pada siswa kelas?
4. Bagaimana cara menungkatkan kecepatan membaca nyaring pada siswa kelas?

1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan secara khusus.
1. Tujuan Umum
Tujuan secara umum yaitu meningkatkan keterampilan membaca nyaring pada siswa kelas.
2. Tujuan secara Khusus
a. Meningkatkan pelafalan dalam membaca nyaring pada siswa kelas
b. Meningkatkan intonasi dalam membca nyaring pada siswa kelas
c. Meningkatkan kecepatan mata yang tinggi dalam membaca nyaring pada siswa kelas

1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Manfaat teori ini dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan teori dalam meningkatkan keterampilan membaca
b. Bagi peneliti lain yang tyertarik untuk mengadakan penelitian ulang pada bidang yang sama, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk membantu penelitian yang akan dilaksanakan.

2. Manfaat Praktis
a. Sebagi masukan bagi guru lain dalam rangka meningkatkan keterampilan membaca melalui media kartu huruf dalam pembelajaran.
b. Menambah wawasan bagi peneliti khusunya dan para pembaca terhadap pentingnya media karu huruf dalam proses pembelajaran membaca.



BAB II
Menangani Anak Kesulitan Membaca

2.1 Pengajaran Membaca
Anak-anak yang kesulitan membaca harus ditangani sedini mungkin sehingga masalahnya tidak semakin berat. Langkah-langkah penenganan anak-anak ini meliputi tahap assesmen atau pengukuran dan tahap treatmen atau penaganan.
Assessment bertujuan mengetahui secara pasti jenis masalah yang dihadapi anak. Berdasrkan hasil assessment inilah guru diharapkan dapat menyusun progam penangan yang sesuai.
Guru perlu mengetahui secara umum organisasi materi membaca dan jenis-jenis keterampilan yang terkait untuk mengadakan assessment dan menyusun progamyang baik. Keterampilan membaca meliputi membaca teknik dan membaca pemahaman.
2.1.1 Membaca Teknik
Membaca teknik adalah proses decoding atau mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atu kata menjadi sistem bunyi atau yang sejenisnya. Proses ini sering disebut pengenalan kata. Dalam proses membaca teknik, ada beberapa keterampilan yang dipersyaratkan. Keterampilan pertama disebut konfigurasi, yaitu pengenalan secara global bentuk huruf atau kata. Misalnya “buku” lebih panjang daripada kata “ aku” , kata “ Ani” bermula dengan huruf besar.
Keterampilan kedua disebut analisis konteks,yaitu memanfaatkan kata-kata petunjuk lain di sekitarnya untuk menerka makna suatu kata. Analisi konteks ini dapat bersifat struktural, artinya memanfaatkan pengetahuan tata bahasa. Misalnya “Ani pergi ke sekolah naik kodo”. Kata “kodo” sebenarnya tidak ada, namun dengan memasukkan dalam konteks, anak dapat menerka kodo adalah sejenis kendaraan.konteks yang diberikan kepada anak untuk membantunya membaca dapat berupa gambar.
Keterampilan keempat adalah analisis struktu ral, yaitu pemahaman atas struktural bahasa. Yang termasuk di sini misalnya pengertian bahwa suku kata terdiri dari vokal, konsonan berbagai imbuhan kata, tanda baca, kata majemuk dan sebagainya.

2.1.2 Membaca pemahaman
membca pemahaman meliputi beberapa komponen. Komponen yang pertama adalah pengembangan kosakata.penguasaan kosakata sangat penting dalam memahami kata-kata yang dipakai oleh penulis. Komponen yang kedua adalah disebut pemahaman literal yaitu memahami atau mengingat informasi secara tersurat pada wacana.
2.2 Perkembangan Keterampilan Membaca
Materi pengajaran tersusun secara hierarkis dari materi yang menuntut keterampilan sederhana sampai yang paling kompleks. Para guru perlumengetahui tahap-tahap keterampilan membaca sehingga dapat menyusun assessment.
2.2.1 Tahap pertumbuhan kesiapan membaca
Kesiapan membaca merupakan kompetnsi yang harus dikuasai anak untuk dapat memulai belajar membaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi petumbuhan kesiapan anak dalam membaca, yaitu kematangan mental, kemampuan visual, kemapuan auditif, kemampuan bahasa, kemampuan berfikir dan memusatkan perhatian.
2.2.2 Tahap Awal Belajar Membaca
Pengajaran membaca biasanya dimulai pada kelas 1 SD. Pada awalnya belajar membaca itu memang sulit karena anak harus menerka bebrbagai simbol/huruf yang sukar,proses membaca sangat lambat. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan guru sehingga akhirnya anak dapat membaca dengan lancar.
Pengajaran membaca pada tahap awal belajar membaca meliputi beberpa tahap,yaitu membaca global,membaca unsur, dan membaca tanpa memikirkan unsur-unsurnya. Pada tahap membaca global, guru memperkenalkan kata-kata yang sedrhan sebanyak-banyaknya untuk diamati. Membaca unsur menyangkut membedakan kata-kata dan mencari asosiasi antara huruf dan bunyi.
Banyak sekali masalah membaca yang dapat diamati pada anak bekesulitan membaca. Hali ini disebabkan kompleksnya proses membaca dan banyaknya faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil penelitian, jenis kesulitan yang sering ditemukan antara lain sebagai berikut.
a. Kesalahan mengidentifikasi kaitan bunyi huruf. Tidak lancar pada waktu membaca bersuara merupakan gejala yang banyak ditemukan pada anak kesulitan membaca. Ini termasuk salah mengidentifikasi kaitan antara bunyi dengan huruf.
b. Kebiasaan arah membaca yang salah
c. Kelemahan kemampuan pemahaman. Banyak anak yang mengeja dengan bersuara dapat membaca kalimat, akan tetapi begitu selesai membaca, anak tidak mengerti makna kalimat.
d. Kelemahan dalam hal kecepatana membaca. Membaca teknis merupakn pengajaran permulaan membaca. Anak dilatih untuk memahami kaitan antara huruf dengan bunyi. Setelah itu pengajaran bergeser ke membaca pemahaman, anak juga dilatih membaca cepat. Tujuan akhirnya anak dapat membaca dengan cepat dan dengan pemahaman yang tinggi pula.
2.3 Menangani Kesulitan Membaca
Secara garis besar ada dua macam pendekatan dalam pengajaran membaca permulaan, yaitu pedekatan berdasarkan simbol dan pendekatan yang berdasarkan makna. Pendekatan berdasarkan simbol menekankan keteraturan kaitan antara huruf dan bunyi. Tujuan akhirnya anak dapat membunyikan apapun yang tertulis meskipun tidak berupa kata. Pendekatan berdasarkan makna lebih menekankan kemampuan mengenal dan membaca kat-kata yang bermakna.
Progam pengajaran membacamenggunakan pendenkatan berdasrkan simbol dimulai dengan pengealan nama huruf dan bunyinya, diteruskan dengan menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan seterusnya. Progam pengajaran membaca menggunakan pendekatan berdasrkan makna, dimulai dengan kata-kata yang paling sering dipakai tanpa melihat tingkat kesukaran membacanya. Asumsinya adalah bahwa kata-kata yang lebih sering dipakai pasti dikenal sehingga lebih mudah untuk mempelajarinya. Anak didorong untuk belajar membaca melalui berbagi sarana dan alat bantu seperti gambar, cerita kontekstual, konfigurasi kata, dan sebagainya

melatih drumband anak TK/SD

Sudah banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang mempunyai peralatan drum band/marching band, akan tetapi belum tentu sekolah yang sudah memiliki peralatan drum band/marching band juga sudah memiliki pelatih Drum Band. Karena begitu minimnya tenaga pelatih drum band/marching band untuk sekolah khususnya TK/SD yang ada di Indonesia ini, kebanyakan dari insan marching band hanya sebagai pemain saja dan setelah tidak menjadi pemain biasanya mantan-manatan pemain ogah untuk melatih Drum Band/ Marching Band, apalagi untuk melatih anak-anak TK/SD.

Dari Keterangan diatas berarti tenaga pengajar/pelatih Drum Band untuk TK/SD bisa dikatakan langka. Untuk itu kami ada beberapa tutorial atau panduan untuk mengajar anak-anak TK/SD dalam melatih Drum Band.

Diantara yang harus di miliki seorang pelatih drum band TK/SD adalah sbb:

1. Minimal kita harus memiliki dasar musik yang cukup.
2. Sabar
3. tekun
4. tidak mudah putus asa
5. selalu kreatif

5 syarat diatas itu setidaknya harus anda miliki sebelum terjun menjadi seorang pelatih Drum Band.

Selanjutnya apa yang harus diajarkan ke anak-anak?

1. Kedisiplinan (sesuai kemampuan anak TK/SD)
2. Materi Drum Band yang akan kita ajarkan
3. Kekompakan
4. Komunikatif
5. Intermesso

Untuk materi yang akan diberikan usahakan kita menggunakan metode yang paling mudah diingat anak, silakan menggunakan bahasa apa aja bebas seperti hitungan “1-9”, “ka-ki”, “a, b, c, d” atau yang lainnya tapi biasanya saya menggunakan hitungan “1-9” yang penting mudah diingat anak-anak tetapi nilai pukulannya harus sama dengan apa yang akan kita ajarkan.

Selanjutnya materi yang pertama diajarkan ke anak-anak adalah:

1. Pemanasan (Warming up)

a. Kita bisa mengajarkan ke anak pukulan “single” kanan 8 X kiri 8X sebanyak 2X ulangan. Gunakan ucapan tu, wa, ga, pat, ma, nam, juh, pan
b. Selanjutnya pukulan “didle” kanan 5X dan kiri 5X sebanyak 2X ulangan ucapannya adalah satu X dua X tiga X empat X liima (dibaca agak cepat dan untuk yang liima agak dipanjangkan “I” nya agak panjang)
c. Pukulan Trididle yaitu memukul 3X pukulan ditambah hitungan “satu”. Dengan metode pengucapan “berhenti-berhenti-berhenti-sa-tu” (bisa dikembangkan sendiri metode pengucapannya).

2. Materi inti

a. Standar pukulan anak TK dan anak SD adalah pukulan 5X. yaitu kanan dan kiri memukul secara bergantian (cara pengucapannya adalah “tuwagapatma” dengan tempo agak cepat. Tangan kanan dan tangan kiri memukul secara bergantian, dalam arti tu=kanan wa=kiri dan seterusnya
b. Prak-prak atau Flam digunakan untuk lagu kejutan atau break.cara mukulnya tangan kanan dan kiri memukul secara bersamaan.
c. Pukulan 5 doubel yaitu cara mukulnya sama dengan yang di sub-a. kanan dan kiri bergantian mukul tetapi hitungannya double. Dan cara ucapannya adalah (tu, du-a, ti-ga, em-pat, li-ma).

Kayaknya sudah cukup cara pengajaran drum bandnya pukulan di atas sudah bisa digunakan untuk lagu-lagu yang sederhana. Dan Pukulan pukulan di atas bisa dikembangkan sendiri sesuai dengan keinginan kita, yang penting kita sabar, tidak mudah emosi, putus asa, dan paling penting kontinyuitas. Semoga bermanfaat untuk bersama.
RELEVANSI DAN ELITISME PENDIDIKAN


Relevansi
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan
Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa
indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di
dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998),dan ke-109 (1999). Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan
tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih
banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di
Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat
dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan
kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu
pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh
setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah
menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya
manusia di negara-negara lain.

Untuk mengejar kemampuan unggul komperatif atau “Comperative Advantages” fungsi pendidikan dalam pembangunan ini perlu dialihkan dari fungsi kesejahteraan rakyat menjadi pemberian beban untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat agar mampu memeberi nilai tambah yang unggul kompeeratif, artinya produk tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dai pasar kerja, baik dalam makna ekonomik, kultural (Noeng Muhadjir 1990:27). Relevansi pendidikan atau efisiensi suatu sistem itu dalam mematok tenaga-tenaga kerja terampil dalam jumlah yang memadai kebutuhan sektor-sektor pembangunan. Apabila kita melihat negara-negara yang berkembang tingkat pendidikan rata-rata dari pengangguran meningkat dari tahun ke tahun. Disaat pendidikan berkembang dengan pesat, hubungan tingkat pendidikan pengangguran dapat digambarkan sebagai kurva U terbalik (Blaug, 1974: 9).
Menurut data Balitbang Depdiknas2004, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memilikiketerampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilanyang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini dapat di nyatakan dengan data sebagi berikut.
Tabel
Relevansi dan Daya Saing








Sumber : Batlibang Depdiknas

Menurut Riwanto (1993 : 247) masalah tidak relevanya pendidikan kita bukan hanya disebabkan oleh adanya kesenjangan supply sitem pendidikan dan demand tenaga yang dibutuhkan oleh berbagai sektor ekonomi , tetapi juga disebabkan oleh ketidak pastian kurikulum sistem pendidikan kita diberbagai jenjang pendidikan. Dengan perkembangan deferensasi lapangan pekerjaan di dunia usaha danperkembangan iptek. (Tillar, 1991 : 7). Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.




Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar.
Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri
Pendidikan harus relevan dengan situasi dan kondisi saat ini, relevan dengan kebutuhan peserta didik dan masa depan peserta didik. Pada sisi manajemen dan pengelolaan, sekolah dapat dipandang sebagai suatu institusi sosial yang menjadi media proses penanaman nilai-nilai budaya dan kebersamaan hidup dalam keberagaman, maka pengembangan iklim sekolah seyogyanya mencerminkan kehidupan yang sesungguhya, yaitu bersatu dalam keberagaman, dan beragam dalam kesatuan. Untuk itu, dalam tahap tertentu, sekolah perlu memberikan peluang kepada peserta didik untuk saling bergaul dan terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat setempat. Namun pada saat pembelajaran dikelas, semua dikondisikan dengan aturan yang standar sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran bahwa keberagaman perlu dikelola dengan baik sehingga muncul suatu keharmonisan bersama.
Dalam kaitan ini, keberadaan KTSP menjadi sangat penting dan strategis untuk membentuk watak dan karakter peserta didik yang menunjukkan tingkat apresiasi budaya dan semangat nasionalisme. Karenanya, sekolah tidak ubahnya seperti suatu keluarga besar yang penuh dengan suasana kekeluargaan (happy family). Iklim yang seperti ini dalam KTSP dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan akademik (pembelajaran berbagai mata pelajaran) maupun kegiatan pengembangan diri, misalnya melalui ekstra kurikuluer, seperti festifal budaya lokal, lomba kreasi budaya, melibatkan masyarakat dalam perancangan tata tertib disiplin dan sebagainya. Dengan demikian kurikulum sekolah tidak menjadikan anak terasing dari lingkungannya.

Elitisme
Yang dimaksud elitisme dalam pendidikan adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah menguntungkan kelompok masyarakat yang kecil atau yang justru mampu ditinjau dari segi ekonomi. Hal ini biasanya berupa kesenjangan subsidi untuk mahasiswa pendidikan tinggi lebih besar dibandingkan dengan siswa sekolah dasar.
Kepincangan dalam pemberian subsidi pada siawa memang bukan monopoli sistam pendidikan yang ada di Indonesia, tetapi merupakan gejala umum, dan terutama di negara-negara berkembang seperti China, Thailand, dan Malaysia. Untuk negara-negara yang tergolong maju seperti Korea Selatan menurut laporan ADB (1984) menunjukkan hal yang berbeda untuk tingkat Perguruan Tinggi, dimana proporsi subsidi bantuan yang diberikan pada mahasiswa di negaranya semakin menurun (mengecil), ini membuktikan bahwa perlakuan dalam pemberian subsidi di negara tersebut sudah menganut pola keadilan merata. Namun demikian secara kumulatif subsidi yang diberikan pemerintah di negara-negara Asia pada umumnya memberikan proporsi yang lebih tinggi pada lembaga. Terungkap bahwa penumpukan siswa di sekolah tertentu dan penyusutan siswa di sekolah lainnya membuat kian senjangnya mutu pendidikan. Sebab, sekolah yang dihuni banyak siswa cerdas cenderung jadi unggulan. Sebaliknya, sekolah yang dihuni siswa yang tidak cerdas menjadi sulit berprestasi.


Menurut ( Tilaar, 1991:8) Yang dimaksud dengan elitisme dalam pendidikan ialah kencenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah mengguntungkan kelompok masyrakat yang kecil atau justru mampu ditinjau dari segi ekonominya.